Kajian Tarhib Ramadhan: Ramadan Madrasah BuatkuKajian Tarhib Ramadhan:

Depok, 1 Maret 2025 – Dalam rangka menyambut bulan suci Ramadan, Al Wafi International Islamic Boarding School mengadakan Kajian Tarhib Ramadhan yang berlangsung di Masjid Nidaul Islam, Kampus B, Sawangan, Kota Depok. Acara ini dihadiri oleh santri serta civitas akademika Al Wafi dan menghadirkan Ustaz Muhammad Qosim Muhajir, Lc. sebagai pembicara utama.

Setelah sesi pagi bertajuk “Agar Puasa Tak Sia-Sia”, sesi sore dilanjutkan dengan tema “Ramadan Madrasah Buatku”, yang membahas bagaimana Ramadan menjadi ajang pembelajaran spiritual dan perbaikan diri bagi umat Islam.

Ramadan sebagai Madrasah Kehidupan

Dalam kajiannya, Ustaz Qosim Muhajir menekankan bahwa Ramadan bukan sekadar ritual tahunan, tetapi ibarat madrasah (sekolah) yang menempa akhlak, kedisiplinan, serta ketakwaan seorang Muslim. Beliauh menjelaskan bahwa selama Ramadan, umat Islam dididik untuk meningkatkan kualitas ibadah dan meninggalkan kebiasaan buruk, sebagaimana layaknya seorang siswa di madrasah yang akan dievaluasi hasil belajarnya.

“Madrasah Ramadan ini tidak ada remedial. Jika kita gagal, kita harus menunggu setahun lagi untuk mendapat kesempatan yang sama – itu pun kalau masih hidup,” tegasnya.

Beliau juga mengingatkan bahwa Rasulullah telah mewanti-wanti umatnya agar tidak menyia-nyiakan Ramadan, sebagaimana dalam sabda beliau:

“Celakalah seseorang yang mendapati bulan Ramadan, namun berlalu tanpa mendapatkan ampunan dari Allah.”

Lulus atau Gagal di Madrasah Ramadan?

Ustaz Qosim Muhajir mengajak para santri untuk melihat Ramadan sebagai kesempatan emas untuk memperbaiki diri. Beliau menjelaskan bahwa lulusan dari Madrasah Ramadan terbagi menjadi dua kelompok:

  1. Lulusan yang sukses – Mereka yang menjadikan Ramadan sebagai momentum perubahan, meningkatkan ibadah, akhlak, dan kesalehan diri.
  2. Lulusan yang gagal – Mereka yang menjalani Ramadan sekadar rutinitas tanpa perubahan berarti, sehingga setelah Ramadan mereka kembali kepada kebiasaan buruknya.

“Kita hanya punya dua pilihan: menjadi pemenang atau pecundang dalam Madrasah Ramadan ini. Tidak ada jalan tengah,” ujar Ustaz Qosim.

Ramadan Mendidik Kedisiplinan dan Akhlak

Dalam kajian ini, Ustaz Qosim Muhajir juga membahas bagaimana Ramadan melatih disiplin, akhlak, dan kebiasaan baik. Di antaranya:

  • Disiplin waktu – Seorang Muslim dilatih untuk mengatur waktu secara ketat, mulai dari sahur, salat lima waktu, tarawih, qiyamul lail, hingga berbuka puasa.
  • Kebiasaan membaca Al-Qur’an – Banyak orang mampu membaca lebih dari 5 juz dalam sehari saat Ramadan. Namun, mengapa kebiasaan ini tidak bisa dipertahankan setelah Ramadan?
  • Menahan hawa nafsu – Ramadan mengajarkan kesabaran dalam menahan lapar, haus, dan syahwat, yang seharusnya berdampak pada pengendalian diri setelah bulan suci berakhir.

“Jika setelah Ramadan kita kembali kepada kebiasaan buruk, berarti ibadah kita selama Ramadan belum berdampak,” jelasnya.

Ramadan dan Kepekaan Sosial

Selain aspek ibadah individu, Ramadan juga mengajarkan kepekaan sosial. Menurut Ustaz Qosim Muhajir, Ramadan seharusnya membangun rasa empati terhadap sesama, terutama fakir miskin yang sering kesulitan dalam memenuhi kebutuhan berbuka dan sahur.

“Banyak saudara kita yang berbuka hanya dengan air putih. Ada yang menangis karena tidak punya makanan untuk sahur. Ramadan mengajarkan kita untuk lebih peduli terhadap mereka,” ujarnya.

Beliau juga mencontohkan para sahabat Nabi yang berlomba-lomba dalam bersedekah di bulan Ramadan. Bahkan, ada yang menyumbangkan seluruh hartanya demi membantu orang lain.

“Kita harus belajar dari mereka. Jika selama Ramadan kita bisa bersedekah lebih banyak, mengapa setelah Ramadan kita kembali pelit?” tantangnya.

Kesabaran: Pelajaran Terbesar dari Ramadan

Salah satu aspek penting yang ditekankan dalam kajian ini adalah kesabaran. Ramadan mengajarkan tiga jenis kesabaran:

  1. Sabar dalam ketaatan – Tetap konsisten menjalankan ibadah, meskipun terasa berat.
  2. Sabar dalam menjauhi maksiat – Melawan godaan untuk kembali ke kebiasaan buruk.
  3. Sabar dalam menerima takdir – Menerima segala ujian hidup dengan lapang dada.

Ustaz Qosim mengingatkan bahwa pahala orang yang bersabar tidak terbatas, sebagaimana firman Allah dalam Surah Az-Zumar ayat 10:

“Hanya orang-orang yang bersabarlah yang akan diberikan pahala tanpa batas.”

Beliau juga menegaskan bahwa seringkali manusia hanya menerima takdir baik, tetapi mengeluh saat menghadapi takdir buruk. Padahal, takdir buruk bisa menjadi cara Allah untuk memberikan sesuatu yang lebih baik di masa depan.

Kesimpulan: Apakah Ramadan Membentuk Kita?

Sebagai penutup, Ustaz Qosim Muhajir mengajak seluruh peserta untuk merenungkan apakah Ramadan benar-benar membentuk diri mereka menjadi lebih baik. Beliau menegaskan bahwa indikator keberhasilan Ramadan bukan saat masih dalam bulan suci, tetapi setelah Ramadan berlalu.

“Sekarang semua orang berlomba dalam ibadah. Tapi pertanyaannya, setelah Ramadan, apakah kita tetap istiqamah? Apakah kita tetap membaca Al-Qur’an, tetap menjaga salat, tetap berbuat baik? Jika tidak, maka kita hanya menjadi ‘lolosan’ Ramadan, bukan ‘lulusan’ yang sesungguhnya,” pungkasnya.

Dengan semangat tersebut, para santri dan civitas akademika Al Wafi International Islamic Boarding School berkomitmen untuk menjadikan Ramadan sebagai titik tolak perubahan menuju pribadi yang lebih baik.

Wallahu a’lam bis-shawab.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *