Pada Forum Group Discussion (FGD) yang digelar oleh Pesantren Alwafi International Islamic Boarding School (WIIBS) di Tangerang Selatan, Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A., Guru Besar Prodi Studi Doktor Pengkajian Islam UIN, sebagai pembicara utama, membahas mengenai peran strategis sekolah Islam internasional dalam menghadapi tantangan globalisasi dan persaingan dalam dunia pendidikan. Diskusi ini juga menyentuh kebijakan pemerintah Indonesia terkait sekolah internasional.
.
Prof. Dede menjelaskan bahwa fenomena sekolah internasional di Indonesia bukanlah kebijakan yang datang dari atas, tetapi merupakan gerakan masyarakat yang berusaha menjawab kebutuhan pasar tenaga kerja yang terus berkembang. Dalam konteks ini, dengan prediksi bahwa pada 2045 Indonesia akan mengalami bonus demografi, pemerintah perlu mempersiapkan anak muda dengan kemampuan global.
.
Tantangan terbesar, menurut Prof. Dede, adalah ketiadaan regulasi yang jelas pada awalnya. Pemerintah Indonesia baru mengatur sekolah internasional dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003. Namun, kebijakan ini sempat dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi pada tahun 2012, dengan alasan biaya yang terlalu tinggi. Setelah itu, pemerintah tetap memberi ruang dengan mengeluarkan Permendikbud Nomor 31 Tahun 2014, yang memperkenalkan konsep Sekolah Pendidikan Kerjasama (SPK), di mana sekolah Indonesia dapat bekerja sama dengan lembaga pendidikan asing.
.
Lebih lanjut, Prof. Dede mengungkapkan bahwa pendidikan internasional di Indonesia bukan sekadar label, tetapi juga tentang cara berpikir global yang harus ditanamkan sejak dini. Kurikulum internasional seperti Cambridge dan International Baccalaureate (IB) memainkan peran penting dalam mencetak lulusan yang kompetitif secara global. Selain itu, beliau membandingkan kurikulum Indonesia dengan kurikulum Finlandia, yang meskipun memiliki jam pelajaran yang lebih sedikit, justru menghasilkan anak-anak yang unggul dalam pendidikan. Hal ini menunjukkan perlunya perbaikan dalam metode pengajaran dan pelatihan guru di Indonesia.
.
Dr. Khairan Muhammad Arif, M.Ed, sebagai moderator, memberikan tanggapan yang menambahkan nuansa berbeda dalam diskusi ini. Dengan penuh apresiasi terhadap penjelasan Prof. Dede, beliau mengungkapkan bahwa pembahasan mengenai kebijakan dan regulasi pendidikan internasional di Indonesia memang penuh dengan dinamika. Dr. Khairan menyoroti perubahan penting terkait dengan Permendiknas 2014, yang mengubah konsep sekolah internasional menjadi Satuan Pendidikan Kerjasama (SPK). Hal ini menunjukkan bahwa, meskipun label “internasional” diubah, sistem pendidikan Indonesia tetap membuka peluang untuk pendidikan berkualitas melalui kerjasama dengan lembaga pendidikan asing.
.
Dr. Khairan juga menambahkan bahwa dalam SPK terdapat beberapa persyaratan, seperti penerapan standar internasional, pendekatan pembelajaran berbasis OECD, Bilingual Paikem, dan sebagainya. Dalam hal ini, beliau mengajak peserta untuk mencermati lebih dalam regulasi SPK yang ada, agar dapat menyusun sekolah internasional dengan kriteria yang sesuai.
.
Beliau juga menyoroti pengalaman yang mengesankan dari para guru-guru Indonesia yang pernah menempuh pendidikan di Al-Azhar, Mesir. Dr. Khairan bercerita tentang Prof. Huzaimah, seorang tokoh yang menyelesaikan S2 dan S3 dalam waktu empat tahun, setelah sebelumnya menempuh pendidikan SMA di Indonesia. Hal ini menunjukkan betapa padatnya materi yang diajarkan di Indonesia, yang bahkan dapat menyamai standar pendidikan luar negeri. Namun, Dr. Khairan juga mengingatkan bahwa hal tersebut menjadi tantangan tersendiri dalam konteks kualitas pendidikan yang harus diperbaiki, mengingat padatnya kurikulum yang masih sering tidak sesuai dengan perkembangan global.
.
Dalam akhir diskusi, Prof. Dede menekankan pentingnya meningkatkan kualitas pendidikan agar Indonesia dapat mempersiapkan generasi yang siap bersaing di pasar global, dengan mengutamakan kualitas, bukan kuantitas. Pembicaraan ini memperlihatkan betapa besar peran sekolah internasional dalam memajukan kualitas pendidikan di Indonesia untuk menghadapi tantangan globalisasi yang terus berkembang.